WEDA, Talentanews.com – Perusahaan pertambangan nikel PT Karya Wijaya (PT KW) yang beroperasi di Kecamatan Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Provinsi Maluku Utara, diduga melakukan aktivitas penambangan di luar wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimilikinya.
Praktisi hukum Dr. Hendra Kariangan mengungkapkan bahwa PT Karya Wijaya diduga kuat telah menambang di area yang bukan bagian dari IUP perusahaan tersebut. Ia pun mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Mabes Polri, untuk segera mengambil tindakan tegas.
“PT Karya Wijaya harus diberikan sanksi tegas oleh APH. Pimpinan perusahaan harus dimintai pertanggungjawaban hukum karena diduga menambang di luar IUP,” ujar Hendra, Jumat (12/12/2025).
Menurut Hendra, Izin Usaha Pertambangan (IUP) merupakan izin resmi dari pemerintah yang memberikan kewenangan kepada perusahaan untuk melakukan kegiatan pertambangan pada wilayah tertentu. Setiap aktivitas eksplorasi maupun produksi wajib dilakukan sesuai dengan batas wilayah IUP, dan penambangan di luar area tersebut merupakan pelanggaran hukum.
Ia menegaskan bahwa kegiatan pertambangan di luar IUP dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.
Berdasarkan dokumen dan data yang dikantonginya, Hendra menyebut PT Karya Wijaya diduga melakukan penambangan di lokasi IUP milik PT Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN) dengan luas kurang lebih 100 hektare.
“Artinya, PT Karya Wijaya telah melanggar ketentuan perundang-undangan. Dampaknya bukan hanya pelanggaran administratif dan pidana, tetapi juga deforestasi yang mengubah kondisi alam dan ekosistem secara drastis,” tegasnya.
Hendra juga mengingatkan bahwa sebelum melakukan eksplorasi maupun produksi, perusahaan wajib menyusun studi kelayakan, termasuk analisis dampak lingkungan (AMDAL) serta perencanaan reklamasi dan pascatambang.
Ia meminta kepolisian bertindak tegas dan tidak ragu menindak pimpinan PT Karya Wijaya atas dugaan kejahatan pertambangan yang terjadi di Pulau Gebe.
Selain itu, Hendra menyatakan pihaknya akan melaporkan dugaan pelanggaran tersebut ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin PT Karya Wijaya, termasuk kemungkinan moratorium IUP.
“Kegiatan penambangan di luar IUP harus ditindak tegas agar tidak menjadi preseden buruk bagi perusahaan lain. Masyarakat Pulau Gebe yang akan menanggung dampak lingkungan dan sosialnya,” ujarnya.
Temuan BPK
Dugaan pelanggaran PT Karya Wijaya juga diperkuat oleh Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (LHP-TT) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 13/LHP/05/2024 tanggal 20 Mei 2024. Dalam laporan tersebut, BPK menemukan indikasi pelanggaran administratif dan teknis oleh PT KW.
BPK mencatat bahwa PT KW telah membuka lahan tambang pada tahap IUP Operasi Produksi, namun belum memenuhi sejumlah persyaratan dasar, antara lain Tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Tidak menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang. Tidak mengantongi izin pembangunan jetty
Dugaan Keterlibatan Oknum Pejabat dan Penjualan Ore
Selain itu, beredar pula laporan mengenai dugaan keterlibatan oknum pejabat tinggi di Kabupaten Halmahera Tengah dalam aktivitas pertambangan PT Karya Wijaya di Pulau Gebe. Dugaan tersebut semakin memperkuat urgensi pengawasan ketat oleh aparat penegak hukum dan kementerian terkait.
Informasi yang dihimpun Talentanews.com juga menyebutkan bahwa PT Karya Wijaya diduga beroperasi tanpa dokumen izin penjualan ore nikel, namun tetap melakukan aktivitas pemuatan dan penjualan secara masif sejak September 2025 hingga saat ini.
Pengiriman ore nikel tersebut diduga menggunakan kapal tongkang Entrada 3301, yang disebut-sebut bolak-balik memuat ore dari lokasi tambang.
“Oleh karena itu, kami meminta Mabes Polri dan Kementerian ESDM RI untuk segera bertindak tegas terhadap PT Karya Wijaya,” pungkas Hendra.(Red)


