Sofifi, Maluku Utara – Peristiwa terbaliknya truk pengangkut kayu di tanjakan menuju Kantor Gubernur Maluku Utara di Galala, Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan, bukan hanya mencerminkan persoalan kelayakan kendaraan dan infrastruktur, tetapi juga menyingkap persoalan lain yang lebih krusial: kurangnya transparansi dalam penanganan insiden publik.

Kejadian yang terjadi Senin (21/4/2025) sekitar pukul 16:32 WIT ini menarik perhatian warga sekitar. Truk yang gagal menanjak akhirnya terbalik di sisi kanan jalan. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, kejadian tersebut berpotensi menimbulkan gangguan lalu lintas dan mencerminkan risiko nyata terhadap keselamatan pengguna jalan lainnya.

Dua anggota kepolisian yang tiba di lokasi sempat menyatakan akan mengkonfirmasi kronologi kepada sopir, namun kemudian meminta agar awak media tidak melakukan peliputan lebih lanjut. Bahkan, salah satu awak truk secara langsung meminta wartawan untuk tidak memberitakan kejadian ini, dengan alasan “bencana pribadi sopir.”

Di sinilah letak persoalan utama: mengapa sebuah insiden di ruang publik,yang melibatkan kendaraan besar, muatan kayu yang tidak diketahui asal-usulnya, dan penanganan aparat—tidak boleh diliput oleh media? Alih-alih transparansi, publik justru dihadapkan pada pembatasan akses informasi. Ini menjadi pertanyaan serius yang patut diajukan, terlebih ketika tidak ada keterangan jelas mengenai jenis kayu, jumlah muatan, asal kayu, hingga tujuan pengangkutannya.

Sebagai media, kami percaya bahwa keterbukaan informasi adalah hak publik, terutama jika menyangkut isu keselamatan jalan, kemungkinan pelanggaran aturan muatan, dan indikasi kegiatan ilegal seperti pengangkutan kayu tanpa dokumen yang sah. Jika semuanya legal dan sesuai prosedur, mengapa harus takut pada peliputan?

Kejadian ini mestinya menjadi momentum evaluasi bagi pihak terkait—baik Dinas Perhubungan, Kepolisian, maupun Pemprov Maluku Utara—untuk memperketat pengawasan atas aktivitas angkutan barang berat, terutama yang melintas di jalur strategis seperti Trans Halmahera. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa aparat tidak justru terkesan melindungi pihak tertentu dan menghalangi media dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.

Transparansi dan keselamatan bukanlah opsi-keduanya adalah keharusan. Dan peran media dalam menyampaikan informasi adalah bagian dari fungsi kontrol yang sehat dalam sistem demokrasi. Maka, menutup-nutupi peristiwa seperti ini justru akan menimbulkan lebih banyak kecurigaan daripada kepercayaan.

Kami mendesak pihak berwenang untuk membuka informasi yang seharusnya diketahui publik dan menindaklanjuti insiden ini secara serius. Jangan biarkan jalan raya kita menjadi saksi bisu dari praktik yang tidak bertanggung jawab.(*)

 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *