WEDA,TALENTANEWS.Com – Aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Karya Wijaya (KW) di Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, diduga kuat melanggar sejumlah ketentuan hukum. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (LHP-TT) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 13/LHP/05/2024 tanggal 20 Mei 2024, ditemukan indikasi pelanggaran administratif dan teknis oleh perusahaan tersebut.

Dalam laporan tersebut, BPK mencatat bahwa PT KW membuka lahan tambang di bawah status Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, namun belum memenuhi persyaratan dasar sebagai berikut:

– Tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH),

– Tidak menempatkan dana jaminan reklamasi dan pasca-tambang,

– Tidak mengantongi izin pembangunan jetty.

Perlu diketahui bahwa IUP awal PT KW diterbitkan pada 4 Desember 2020 melalui SK Gubernur Maluku Utara Nomor 502/34/DPMPTSP/XII/2020, dengan luasan konsesi awal sebesar 500 hektare dan masa berlaku selama 20 tahun. Kemudian pada Januari 2025, PT KW memperoleh pembaruan IUP dengan nomor 04/1/IUP/PMDN/2025 yang memperluas konsesi menjadi 1.145 hektare dan mencakup dua kabupaten, dengan masa berlaku hingga Maret 2036.

Selain persoalan izin, PT KW juga dilaporkan tengah terlibat sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) dengan PT FBLN, karena diduga melakukan aktivitas di dalam wilayah konsesi milik perusahaan lain

Indikasi Keterlibatan Oknum Pejabat Daerah

Di sisi lain, sejumlah laporan yang beredar menyebutkan adanya dugaan keterlibatan pejabat tinggi di Kabupaten Halmahera Tengah dalam aktivitas pertambangan PT KW di Pulau Gebe. Dugaan ini memperkuat urgensi pengawasan ketat oleh lembaga penegak hukum dan kementerian terkait terhadap praktik-praktik pertambangan di wilayah tersebut.

Selain diduga keterlibatan pejabat Daerah. Informasi yang dihimpun talentanews.com  menyebut, PT Karya Wijaya diduga kuat beroperasi tanpa dokumen izin penjualan ore nikel, namun tetap melakukan aktivitas pemuatan dan penjualan secara masif sejak September hingga kini. Pengiriman diduga dilakukan menggunakan kapal tongkang Entrada 3301, yang disebut bolak-balik memuat ore dari lokasi tambang.

Dugaan kuat ini memantik reaksi keras dari praktisi hukum, DR. Hendra Kariangan, SH, MH. Ia menegaskan bahwa penjualan ore ilegal itu tidak bisa dibiarkan dan harus segera proses hukum. Ia pun mendesak Polda Maluku Utara turun tangan.

“Karena penjualan ore nikel yang tidak memiliki izin penjualan itu merupakan pelanggaran kriminal yang harus di usut oleh Aparat Penegak Hukum (APH),” tegasnya saat dimintai tanggapan, Rabu (03/12/2025).

Hendra menyebut tindakan penjualan tanpa izin tersebut sebagai extraordinary crime karena berdampak langsung pada kerugian negara.

“Sanksi bagi perusahaan tambang yang belum memiliki izin penjualan ore namun sudah melakukan penjualan dapat berupa penghentian selamanya kegiatan pertambangan atau didenda maksimal Rp 100 miliar,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 yang mengubah UU No. 4 Tahun 2009 telah memberikan landasan tegas terhadap pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara, termasuk kewajiban perizinan serta sanksi bagi pelaku pelanggaran.

“Karena undang-undang ini juga mengatur tentang pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara di Indonesia, termasuk tentang izin usaha pertambangan, kewajiban perusahaan, dan sanksi bagi perusahaan yang melanggar peraturan,” ujarnya.

Tak hanya Polda Malut, Hendra juga menekan pemerintah pusat. Ia mendesak Kementerian ESDM segera mencabut RKAB PT Karya Wijaya sebagai sanksi administratif atas dugaan pelanggaran Permen ESDM No. 10 Tahun 2023, pelanggaran tata kelola lingkungan, serta ketentuan Permen ESDM No. 7 Tahun 2020 tentang penanganan kegiatan pertambangan tanpa izin.

Seruan untuk Penegakan Hukum

Berdasarkan temuan BPK yang bersifat resmi dan terdokumentasi, diharapkan pemerintah pusat dan aparat penegak hukum dapat segera mengambil langkah-langkah tegas untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang terjadi. Hal ini penting demi memastikan praktik pertambangan di Indonesia berjalan sesuai prinsip hukum, lingkungan hidup, dan tata kelola yang baik.(Red)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *