
SOFIFI,talentanews – PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan pemerintah dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng).
Tudingan ini datang dari Solidaritas Aksi Mahasiswa untuk Rakyat Indonesia (SAMURAI) Maluku Utara dan Masyarakat Peduli Lingkungan Halteng menegaskan bahwa aktivitas pertambangan dan industri yang dilakukan oleh PT IWIP telah menyebabkan kerusakan ekosistem, pencemaran lingkungan serta kerugian bagi masyarakat lingkar tambang.
Isu kerusakan lingkungan ini semakin mencuat sejak awal tahun 2024 ketika warga mulai merasakan dampak buruk dari aktivitas industri di wilayah mereka, seperti banjir Lukulamo dari 21 Juli 2024 lalu bukan sekedar bencana alam semata, melainkan akibat dari aktivitas perusahaan pertambangan di hutan Halmahera Tengah diantaranya PT WBN, PT IWIP dan sub kontraktornya.
Sebelumnya pernah terjadi Banjir di desa Lukulamo pada tahun 1949, 1995, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019, akan tetapi. Banjir pada Juli kemarin berbeda dengan peristiwa sebelumnya, warna dan kondisi air sungai sangat memperihatinkan akibat penggusuran di hutan atas nama pertambangan.
Kerusakan lingkungan ini terjadi di beberapa area disekitar lokasi industri PT IWIP di Halmahera Tengah, yang menjadi pusat pengolahan nikel dan kegiatan tambang lainnya.
Bahkan, ratusan rumah terendam air, tiga diantaranya rusak parah serta barang berharga milik warga pun rusak total, dan bahkan ibu hamil pun meninggal dunia akibat banjir tersebut.
Akibat dari banjir itu, kondisi kesehatan dan pendidikan bahkan kelaparan dihari pertama menjadi masalah serius.
Presedium SAMURAI Maluku Utara, Ari Yahya mengatakan, kurangnya pengawasan dari pemerintah terhadap aktivitas PT IWIP yang menjadi salah satu faktor utama sehingga menyebabkan kerusakan ini terjadi.
Sementara itu, SAMURAI dan Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Halteng menuntut pemerintah dan PT IWIP untuk segera melakukan langkah-langkah pemulihan lingkungan serta memberikan kompensasi kepada warga yang terdampak,”ujarnya, Selasa 6 Agustus 2024.
Untuk itu, agar tidak terjadi bencana serupa, pemerintah segera memberhentikan aktivitas perusahaan pertambangan di Halteng Maluku Utara.
Jumlah penduduk Lukulamo sebanyak 896 orang, 932 kartu keluarga tambahan jadi total pengungsi banjir secara keseluruhan 1828 orang.
Sebagai tindak lanjut, Aliansi meminta PT WBN, PT IWIP dan pemerintah harus bertanggung jawab.
Sepuluh poit penting yang menjadi tuntutan dari SAMURAI Malut dan Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Halteng menuntut kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab diantaranya:
“Pemerintah dan PT IWIP segera buat drainase di Desa Lingkar tambang, Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Pemkab Halmahera Tengah serta PT IWIP segera buat talud dan normalisasi sungai Kobe, Pemerintah Halteng dan PT IWIP bertanggung jawab atas kerugian yang dialami buruh dan masyarakat di lingkar tambang. Tingkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan wujudkan sistem kerja yang manusiawi,”ucap ari.
Tak hanya itu, hentikan produksi PT IWIP, PF WBN dan Tekindo Energi sebelum kondisi lingkungan Halteng stabil, Naikkan Upah buruh dan stop PHK sepihak. segera copot kadis DLH Provinsi Maluku Utara, segera tetapkan dan tangkap mafia tambang di Maluku Utara.
“Desak Kapolda Maluku Utara Irjenpol Midi Siswoko lidik PSN yang melakukan kejahatan lingkungan tanpa kaidah-kaidah pertambangan dan tangkap Pj Gubernur Maluku Utara sebagai dalang kerusakan lingkungan di Halmahera Tengah,”tegasnya (tim/echy).