
Weda,Talentanews.com – Wakil Ketua DPRD Halmahera Tengah, Munadi Kilkoda, menyoroti kebijakan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu yang dinilainya tidak sesuai dengan regulasi.
Munadi menjelaskan, pengadaan PPPK Paruh Waktu merupakan amanah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang kemudian diatur lebih teknis melalui Keputusan Menteri PAN-RB Nomor 16 Tahun 2025. Dalam diktum keempat Kepmen tersebut disebutkan, pengadaan PPPK Paruh Waktu dilakukan berdasarkan hasil seleksi ASN tahun anggaran 2024. Selanjutnya, diktum kelima menegaskan bahwa rekrutmen ini diperuntukkan bagi pegawai non-ASN yang sudah terdaftar dalam database BKN, baik yang mengikuti seleksi CPNS 2024 namun tidak lulus, maupun yang mengikuti seleksi PPPK 2024 tetapi tidak mendapatkan formasi.
Menurutnya, aturan juga menggariskan bahwa usulan PPPK hanya dapat diajukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di daerah, dengan syarat tidak boleh keluar dari database BKN. Lebih jauh, usulan tidak boleh parsial atau setengah-setengah. Semua nama yang tercatat dalam database BKN harus diusulkan secara keseluruhan, sebelum nantinya Menteri menetapkan rincian kebutuhan PPPK.
“Fakta di lapangan justru sebaliknya. Banyak nama yang sudah tercatat dalam database BKN tidak tercantum dalam SK Bupati Nomor: 800.1.2.3/305/IX/2025. Jumlahnya bahkan mencapai ratusan orang,” ungkap Munadi.
Ia menilai, kondisi ini fatal karena SK tersebut jelas bertentangan dengan Kepmen PAN-RB 16/2025. Terlebih, mereka yang tidak diakomodasi justru berasal dari profesi yang sangat dibutuhkan pemerintah daerah, seperti guru, tenaga medis, penyuluh pertanian, hingga tenaga teknis lainnya.
“Coba bayangkan, jika ratusan guru yang tidak diangkat sebagai PPPK kemudian memilih berhenti, tentu proses pendidikan di PAUD, SD, hingga SMP akan terganggu. Begitu pula pelayanan kesehatan jika tenaga medis tidak lagi melaksanakan kewajiban mereka,” tegas Munadi.
Untuk itu, ia meminta Bupati segera berkoordinasi dengan BKN guna meninjau kembali SK tersebut. Menurutnya, SK yang sudah dikeluarkan bersifat improsedural dan perlu diganti dengan usulan baru yang benar-benar sesuai database BKN.
Munadi juga menekankan agar kebijakan ini terbebas dari intervensi politik. “Kalau sampai ada kepentingan politik di balik ini, sangat disayangkan. Yang menjadi korban adalah rakyat kecil yang menggantungkan hidupnya pada status PPPK. Banyak dari mereka adalah tulang punggung keluarga, bahkan ada orang tua yang menyekolahkan anaknya dari penghasilan sebagai tenaga honorer. Karena itu, setiap kebijakan harus mempertimbangkan aspek kemanusiaan, bukan sekadar kepentingan sesaat,” tandasnya.
Pewarta: faisal Didi