WEDA, Talentanews.com -Lembaga Pengawasan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LPP Tipikor) Halmahera Tengah mendesak Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI segera memanggil dan memeriksa seluruh direktur perusahaan tambang nikel yang diduga kuat tidak mengantongi izin lengkap di Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Desakan tersebut ditegaskan langsung oleh Ketua LPP Tipikor Halteng, Fandi Rizky Asyari, pada Senin (15/9/2025).

“Kami mendesak Jampidsus Kejagung RI agar segera memanggil seluruh direktur perusahaan tambang nikel yang diduga beroperasi tanpa izin lengkap di Halmahera Tengah,” tegas Fandi.

Menurutnya, maraknya aktivitas tambang di Halmahera Tengah tanpa izin resmi bukan lagi persoalan baru. Banyak perusahaan diduga kuat beroperasi tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) maupun sertifikat Clean and Clear (CnC).

“Hal ini sudah berlangsung lama. Dugaan kami, sejumlah perusahaan di Halteng tidak memiliki izin IPPKH dan sertifikat CnC,” ujarnya.

Dari hasil investigasi LPP Tipikor, Fandi mengungkap adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat daerah, baik di Pemda Halteng maupun di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Para pejabat tersebut diduga melakukan persengkokolan dengan pihak perusahaan tambang bermasalah.

“Ada indikasi persengkokolan antara oknum pejabat daerah dengan pihak perusahaan. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan perbuatan yang jelas melanggar hukum,” katanya.

Fandi menegaskan, keterlibatan pejabat dalam bisnis pertambangan bertentangan dengan Pasal 43 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, serta Pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Kedua aturan tersebut secara tegas melarang pejabat pemerintah terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pertambangan.

“Ini pelanggaran etika sekaligus pelanggaran hukum. Gubernur memiliki kewenangan mencabut izin, termasuk izin milik perusahaannya sendiri jika terbukti bermasalah,” tegasnya.

Ia menambahkan, sanksi hukum bagi tambang tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan tanpa sertifikat CnC diatur jelas dalam UU Minerba. Ancaman pidana mencapai lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar, sebagaimana termaktub dalam Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020. Selain itu, terdapat sanksi administratif berupa penghentian operasi, pencabutan izin, hingga perampasan keuntungan.

Fandi juga menyinggung sejumlah perusahaan yang masuk dalam daftar hitam, antara lain PT Darma Rosadi yang beroperasi tanpa membayar ganti rugi lahan warga, PT Karya Wijaya, dan bahkan PT Weda Bay Nikel (WBN). Fakta ini, katanya, mempertegas betapa banyaknya perusahaan tambang di Maluku Utara yang beroperasi tanpa dasar legalitas formal yang sah.

Kasus-kasus seperti ini, menurut Fandi, menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas tambang ilegal. Data nasional mencatat sedikitnya 1.063 tambang ilegal dengan potensi kerugian negara mencapai Rp300 triliun.

“Pemerintah harus tegas, konsisten, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Ini bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga soal kehancuran lingkungan dan rusaknya kepercayaan publik,” tandasnya.

 

Pewarta: Faisal Didi 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *