WEDA, Talentanews.com – Polemik lahan seluas 400 hektar milik warga Desa Fritu, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah kembali mencuat dan memicu ketegangan. Pasalnya, tanpa ada pembayaran ganti rugi sepeser pun, PT Darma Rosadi II sudah lebih dulu melakukan aktivitas pertambangan di kawasan tersebut.

Wakil Ketua DPRD Halmahera Tengah, Munadi Kilkoda, menegaskan perusahaan tidak boleh melanjutkan aktivitas sebelum menyelesaikan kewajiban pembebasan lahan warga.

“Tidak boleh ada aktivitas selama masalah ini belum diselesaikan,” tegas Munadi.

Ia menilai pembebasan lahan adalah tahap awal yang mutlak dilakukan. Perusahaan, kata dia, keliru jika lebih dahulu menjalankan pekerjaan lalu belakangan mengurus kompensasi.

“Lakukan dulu pembebasan lahan, bukan justru sebaliknya,” ujarnya.

Munadi juga menekankan, bila terjadi tumpang tindih data kepemilikan, pihak perusahaan semestinya menjadi fasilitator penyelesaian bersama pemerintah desa maupun pihak-pihak yang berkepentingan. Jika lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan, mekanisme penyelesaiannya pun harus jelas dan melibatkan pihak berwenang.

“Kalau berada di APL, minimal dengan Badan Pertanahan untuk membuktikan kepemilikan melalui sertifikat. Faktanya, pekerjaan jalan terus sementara keluhan masyarakat tak difasilitasi dengan baik,” tandasnya.

Ia menambahkan, PT Darma Rosadi II harus segera menghentikan seluruh kegiatan di atas lahan warga yang belum dibebaskan. Terlebih, masyarakat Fritu telah lama mengelola lahan itu secara turun-temurun dan bisa membuktikan melalui tanaman yang mereka tanam dan pelihara.

“Sekalipun lahan itu berada dalam kawasan hutan, bukan berarti masyarakat tidak punya hak. Hak ulayat masyarakat tetap diakui dan tidak bisa diabaikan,” jelas Munadi.Rabu (26/8/2025)

Menurutnya, keberadaan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikantongi perusahaan tidak lantas memberi ruang untuk menguasai hak masyarakat tanpa ganti rugi.

“Jika praktik seperti ini terus dibiarkan, konflik pasti tak terhindarkan. Persoalan di Fritu adalah buktinya, proses pembayaran lambat bukan semata soal dokumen kepemilikan, tetapi juga karena perusahaan berusaha menghindari kewajiban dengan dalih sudah mengantongi IPPKH,” pungkasnya.

Pewarta: Faisal Didi 

Editor: Redaksi 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *