Weda, TALENTANEWS.COM. – Proyek pembangunan papan reklame senilai Rp798 juta yang dikelola oleh Bagian Protokoler dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Halmahera Tengah kini menjadi sorotan tajam publik. Proyek yang dananya telah dicairkan dalam dua termin sejak akhir 2024 itu hingga pertengahan 2025 belum menunjukkan progres fisik apa pun di lapangan.

Kondisi tersebut menimbulkan dugaan kuat pelanggaran terhadap regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah, terutama soal pencairan dana tanpa progres teknis yang dapat diverifikasi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, pencairan anggaran dalam kontrak pengadaan hanya dapat dilakukan sesuai progres fisik yang nyata dan terdokumentasi.

Praktisi hukum Maluku Utara, Rustam Ismail, menilai pencairan dua termin tanpa progres sebagai perbuatan melawan hukum. Menurutnya, hal ini telah menyalahi prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara dan berpotensi melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Rustam menyebut penggunaan dokumen fiktif atau laporan progres palsu untuk pencairan anggaran merupakan unsur pidana yang dapat menyeret pihak-pihak terlibat.

“Pencairan seperti ini tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan berjenjang dari sejumlah pihak. Artinya, mantan Kepala Bagian Prokopim, bendahara pengeluaran, penyedia jasa, hingga Kabag Prokopim yang baru harus diperiksa oleh Kejaksaan,” tegas Rustam.Minggu (29/6/2025).

Ia juga menyoroti opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK yang kerap dijadikan tameng keberhasilan pengelolaan keuangan daerah. Menurutnya, WTP bukanlah jaminan atas absennya praktik korupsi, sebab hanya menilai kesesuaian penyajian laporan, bukan realisasi di lapangan.

Seiring dengan menguatnya temuan ini, dorongan publik terhadap Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah semakin kuat. Masyarakat menuntut agar penegakan hukum dijalankan proaktif tanpa harus menunggu laporan resmi, mengingat semua dokumen kegiatan berada dalam kendali pemerintah daerah.

Dengan dugaan bahwa kontrak telah selesai, dana telah dua kali dicairkan, namun hasil fisik nihil, unsur tindak pidana korupsi dinilai telah terpenuhi. Oleh karena itu, langkah hukum terhadap pihak-pihak terkait bukan lagi sekadar opsi, melainkan keniscayaan yang mendesak.

Kini, sorotan publik tertuju pada Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah. Lembaga penegak hukum ini didesak segera menyelidiki seluruh proses administrasi proyek, mulai dari dokumen kontrak, berita acara progres, hingga alur pencairan anggaran yang disinyalir mengandung rekayasa.

Penulis: Faisal Didi 

Editor: Redaksi

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *