” Aktivitas tambang nikel raksasa ini berjalan tanpa izin resmi, mempertontonkan lemahnya pengawasan dan tumpulnya hukum” 

WEDA, Talentanews.com- Tabir panjang praktik pertambangan ilegal di Halmahera Tengah akhirnya mulai terbuka. Selama tujuh tahun, sejak 2019 hingga 2025, PT Weda Bay Nikel (WBN) diduga kuat beroperasi tanpa izin sah. Fakta ini mencengangkan, karena artinya seluruh aktivitas perusahaan dalam kurun waktu tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang terang-terangan merampas kekayaan alam negara.

 

Dengan dalih investasi dan jargon pembangunan, WBN justru menjalankan praktik eksploitasi yang cacat hukum. Pertanyaan besar pun menyeruak di tengah publik: bagaimana mungkin operasi pertambangan raksasa bisa berjalan bertahun-tahun tanpa pengawasan ketat dari pemerintah dan aparat penegak hukum?

Ironi semakin nyata ketika Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menemukan bukti bahwa WBN menguasai lahan seluas 148,25 hektar tanpa dasar legalitas. Lahan tersebut akhirnya resmi dikembalikan kepada negara setelah proses klarifikasi selama dua pekan, ditandai dengan pemasangan plang penertiban di kawasan tambang milik WBN di dalam lingkup Weda Bay Industrial Park (IWIP), Halmahera Tengah, Jumat (12/9/2025).

Ketua Satgas PKH sekaligus Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, menegaskan bahwa langkah tegas ini merupakan amanat Presiden berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

“Kewenangan pengelolaan PT Weda Bay Nikel kini diserahkan kepada Kementerian BUMN,” tegas Febrie.

Tak berhenti di situ, Satgas PKH juga menjatuhkan sanksi denda kepada WBN sesuai Perpu Nomor 24 Tahun 2025. Febrie menekankan, kasus ini hanyalah pintu masuk dari penindakan lebih luas terhadap ratusan perusahaan tambang lain yang diduga melanggar aturan.

“Kasus WBN ini bukti nyata. 148,25 hektar berhasil kita kuasai, dan ke depan ratusan perusahaan lain akan menyusul ditertibkan,” ujarnya.

Menurutnya, hasil pengambilalihan lahan akan dikelola bersama Kementerian BUMN, PT Antam, dan Kementerian ESDM. Namun, yang menjadi prioritas adalah penegakan hukum serta pengenaan denda tanpa kompromi.

“Langkah teknis pengamanan sedang kita siapkan. Yang paling penting, denda wajib diberlakukan. Dasarnya jelas: perubahan Perpu Nomor 24 Tahun 2025,” pungkas Febrie.

Kasus WBN kini menjadi cermin betapa rapuhnya pengawasan negara atas sektor tambang strategis. Publik menunggu, apakah penegakan hukum kali ini benar-benar berpihak pada kedaulatan negara, atau sekadar menjadi episode singkat dalam drama panjang pengabaian hukum demi kepentingan modal.

Pewarta:Faisal Didi 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *