
WEDA, TalentaNews.com -Kasus dugaan penyalahgunaan narkoba yang melibatkan sopir Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Halmahera Tengah kembali mengundang perhatian publik. Sopir berinisial RF ditangkap polisi karena kedapatan membawa ganja menggunakan mobil dinas milik pemerintah daerah. Kasus ini pun memunculkan berbagai spekulasi, termasuk desakan agar Kepala BPKAD, Abdurrahim Yau, diperiksa dan menjalani tes urine.
Praktisi hukum dan akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (FH UMMU), Iskandar Yoisangadji, angkat bicara menanggapi dinamika tersebut. Ia menegaskan bahwa dalam hukum pidana, pertanggungjawaban bersifat individual dan personal.
“Dalam hukum tidak dikenal asas ‘kesalahan tanpa pertanggungjawaban pidana’. Siapa yang melakukan, dia yang bertanggung jawab. Titik!” tegas Iskandar.Senin (9/6/2025)
Ia menilai seruan agar Kepala BPKAD turut diperiksa hanya karena RF adalah sopirnya dan menggunakan mobil dinas, merupakan bentuk kekeliruan berpikir hukum atau fallacy. Menurutnya, ranah pidana tidak boleh dicampuradukkan dengan aspek administrasi.
“Kalau ada kelalaian administratif soal penggunaan kendaraan dinas, itu urusan lain. Tidak bisa serta-merta dijadikan dasar menyeret pejabat ke ranah pidana,” tambahnya.
Sementara itu, praktisi hukum lainnya, Agus R. Tampilang, justru menekankan pentingnya pemeriksaan menyeluruh. Ia mendorong penegak hukum untuk tidak hanya berhenti pada pelaku lapangan, melainkan juga menelusuri tanggung jawab struktural, termasuk pejabat yang mengawasi kendaraan dinas tersebut.
“Kami tidak menuduh. Tapi fakta bahwa mobil dinas dipakai untuk mengambil ganja menunjukkan ada kelalaian. Pejabat yang bertanggung jawab wajib diperiksa, bahkan seharusnya ikut tes urine,” ujarnya dalam keterangan kepada Talentanews.com, Sabtu (7/6/2025).
Agus menilai penggunaan aset negara untuk tindak pidana narkoba adalah indikasi darurat narkoba di Halmahera Tengah. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin mobil dinas bisa keluar daerah tanpa pengawasan pejabat penanggung jawab.
Namun, pernyataan Agus menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari tokoh masyarakat, Hamdan Halil. Ia mengecam keras upaya framing yang menyudutkan Abdurrahim Yau tanpa bukti yang kuat.
“Kami mengecam upaya yang menjurus pada fitnah terhadap Pak Abdurrahim Yau. Tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan beliau, apalagi menyuruh sopirnya melakukan tindak pidana,” tegas Hamdan, Minggu (8/6/2025).
Menurut Hamdan, RF menggunakan mobil dinas tanpa seizin dan sepengetahuan Abdurrahim, bahkan di luar jam dan hari kerja. Tidak ada perintah atau komunikasi dari pihak kepala BPKAD terkait penggunaan kendaraan tersebut.
“Ini murni tindakan pribadi sopir. Jangan karena tekanan politik atau opini liar, lalu semua orang diseret. Indonesia ini negara hukum, bukan negara cocologi,” ujarnya.
Hamdan menambahkan bahwa jika Abdurrahim dipanggil secara resmi untuk tes urine, pihaknya siap mengikuti. Namun, jika hasilnya tidak membuktikan keterlibatan apa pun, mereka tak segan mengambil langkah hukum terhadap pihak yang menyebarkan tuduhan palsu.
“Kalau tes urine dipaksakan tanpa dasar hukum dan hasilnya nihil, maka kami akan tuntut balik atas pencemaran nama baik,” pungkas Hamdan.
Kasus ini terus bergulir di tengah sorotan publik. Di satu sisi, penegakan hukum terhadap pelaku lapangan menjadi perhatian, namun di sisi lain, muncul kekhawatiran terhadap upaya politisasi kasus dengan menyeret nama-nama tanpa dasar hukum yang jelas.
Penulis:Faisal Didi/ Red