TERNATE,talentanews – Pemerintah pusat perlu mengambil langkah tegas terhadap kepala daerah yang tidak mampu menyelesaikan masalah kesenjangan sosial terutama lingkungan.

Pemerintahan Kota Ternate yang dinahkodai Wali Kota Tauhid Soleman mendapat sorotan dari berbagai kalangan masyarakat terutama penyelesaian masalah sampah bertebaran di sepanjang  jalan.

Tak hanya itu, beberapa program prioritas termasuk program BAHIM yang dinilai gagal oleh sejumlah pihak. Tauhid Soleman dengan visi “Ternate Andalan” tak mampu terwujud di masa akhir periode ini.

Menyikapi berbagai kritik terhadap dugaan kegagalan program prioritas pemerintah kota dalam mewujudkan visi Ternate Mandiri dan Berkeadilan, masyarakat Kota Ternate kini mulai menentukan siapa yang layak memimpin kota lima tahun ke depan.

Dua nama yang mencuat adalah Syahril Abdurradjak dan Ishak Naser. Keduanya memiliki background berbeda, pengalaman di Birokrasi dan Politisi akan menyatu dalam visi Ternate Mandiri dan Berkeadilan.

Akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Muamil Sunan saat dikonfirmasi awak media pada 17 Juli mengatakan, Syahril Abdurradjak dengan pengalaman panjangnya di birokrasi sangat memahami kerja pemerintahan.

Kapabilitas yang dimiliki diharapkan mampu menjadikannya pemimpin transformatif dengan mengedepankan kepentingan publik dan memanfaatkan sumber daya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kota demi terwujudnya kota bersinar.

Ishak Naser, dengan pengalaman politiknya di Maluku Utara, sangat memahami kondisi faktual proses pembangunan daerah, khususnya Kota Ternate.

“Pengalaman politik dan wawasan keilmuan yang sudah diketahui masyarakat serta etikabilitasnya yang teruji, pastinya bisa menjadi sosok pemimpin ideal dan visioner,” ujar Muamil.

Ia melanjutkan, Ishak Naser maupun Syahril Abdurradjak memiliki komitmen kuat terhadap pembangunan kota, peningkatan kesejahteraan masyarakat, kualitas kesehatan, pendidikan, dan sumber daya manusia (SDM).

Selain itu, keduanya juga dapat merawat keberagaman yang ada di tengah kehidupan masyarakat Kota Ternate.

“Masyarakat Kota Ternate membutuhkan pemimpin yang visioner dan transformatif, bukan sekadar pemimpi dengan janji-janji palsu,” tegas Muamil.

Saat ditanya soal petahana, Muamil menyatakan bahwa petahana adalah pemimpin yang gagal dalam mewujudkan visi misi Ternate Mandiri dan Berkeadilan. Berbagai kebijakan di birokrasi dan pembangunan daerah tidak sejalan dengan visi misi tersebut.

Dalam hal penerapan merit sistem. Sistem ini bertujuan untuk memastikan jabatan di birokrasi pemerintah diisi oleh orang yang profesional, kompeten, dan menjalankan tugas berdasarkan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.

“Wali kota sebagai pemimpin daerah harusnya lebih mengedepankan kepentingan publik, kebijakan yang dijalankan harus berdampak luas bagi masyarakat. Wali kota bukan hanya sekadar jabatan prestise, tetapi memiliki tanggung jawab besar untuk menjalankan kebijakan dan merealisasikan berbagai program pembangunan sesuai harapan rakyat,” lanjutnya.

Muamil menambahkan, terdapat tiga kriteria atau modal yang harus dimiliki seorang pemimpin. Yakni, modal sosial, modal budaya, dan modal ekonomi.

Modal sosial petahana sudah runtuh dalam birokrasi yang terbukti dengan tidak diterapkannya merit sistem.

Modal budaya atau kultural, setiap kebijakan harusnya bisa memahami nilai-nilai lokal dan kondisi yang sedang dialami masyarakat.

Sebagai putra daerah, pemimpin seharusnya memahami kultur, sistem sosial ekonomi, serta unsur kebudayaan yang ada di masyarakat sebagai pedoman dalam menjalankan roda pemerintahan.(red/ fatiq)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *